Arsenik

Minggu, Agustus 12, 2012

| | |

Sejarah kriminal mencatat, bahwa peracunan dengan arsen merupakan peracunan yang paling sering dilakukan orang (meliputi 31 % dari pembunuhan dengan peracunan) dan telah

dipraktekkan sejak jaman Romawi.
 
Ada beberapa alasan mengapa racun ini banyak dipergunakan oleh para pembunuh. Pertama, karena sifat racunnya yang tidak berasa, tidak berwarna dan tidak berbau, membuat racun ini relatif tidak mudah diketahui oleh korbannya jika arsen dicampurkan pada makanan dan minuman.
 
Kedua, racun ini mempunyai efek seperti penyakit biasa, terutama penyakit muntaber, sehingga pembunuhnya seringkali dapat mengelabui orang lain, yang menduga korban meninggal karena penyakit muntaber atau kolera. Kenyataannya, memang banyak dokter dan keluarga korban yang terkecoh menyangka korban meninggal karena penyakit muntaber dan bukan karena diracun, apalagi jika kejadian muntebernya telah berlangsung lama dan berulang kali. Akan tetapi, seorang dokter yang berpengalaman dan waspada, tidak mudah terkecoh, dan akan memikirkan kemungkinan keracunan arsen pada kasus tersebut.
 
Ketiga, racun ini mudah diperoleh. Sebagai suatu bahan kimia yang umum atau biasa digunakan untuk membasmi hama, racun ini mudah diperoleh di toko kimia dan toko pertanian sehingga mudah diperoleh dan disalahgunakan oleh orang yang punya niat jahat. Orang di daerah Jawa misalnya, dapat dengan mudah membeli warangan di toko kimia, karena bahan ini merupakan bahan yang banyak digunakan untuk mencuci keris.
 
Meskipun demikian, dalam sejarahnya arsen sebenarnya bukanlah merupakan racun yang sempurna karena sebagai racun arsen tidak terlalu efektif. Ini artinya, tindakan meracuni orang dengan menggunakan arsen belum tentu berhasil menyebabkan kematian pada korbannya. Efek kematian yang terjadi pada arsen biasanya terjadi lambat (tidak seketika) dan menimbulkan nyeri hebat pada korban, sehingga kondisi tersebut mudah menimbulkan kecurigaan orang. Salah satu contoh peracunan arsen yang gagal adalah kasus percobaan pembunuhan terhadap raja Louise XIV dari Perancis oleh Catherine Deshayes yang menggunakan racun Inheritance Powder (La Poudre de Succession), yang merupakan koktail (campuran) dari arsen, aconitum, belladonna dan opium. Atas kegagalan usahanya tersebut, Deshayes dinyatakan bersalah melakukan percobaan pembunuhan dan dihukum siksa lalu dibakar.
 
Arsen juga bukan racun yang ideal karena ia merupakan racun yang mudah dideteksi. Adanya penimbunan arsen di dalam jaringan rambut dan kuku, yang merupakan jaringan yang tahan pembusukan, membuat riwayat peracunan arsen dapat dibuktikan, bahkan juga pada kasus dengan korban yang sudah tinggal tulang belulang sekalipun. Dengan melakukan pemeriksaan rambut secara fragmental dari pangkal sampai ke ujung, dan dengan memperhitungkan kecepatan pertumbuhan rambut, dokter forensik dapat menentukan sudah berapa lama dan berapa sering korban diracun sebelum akhirnya meninggal dunia.
 
Arsen dalam bentuk unsur bukanlah bahan yang toksik. Arsen yang merupakan racun adalah senyawa arsen. Arsen valensi 5 mudah diabsorbsi dalam saluran cerna, sementara yang bervalensi 3 bersifat lebih mudah larut dalam lemak. Senyawa arsen masuk kedalam tubuh melalui 3 cara, yaitu peroral, melalui kontak kulit yang luas dan perinhalasi melalui paru-paru.
 
Senyawa arsen yang paling sering digunakan untuk meracuni orang adalah As2O3 (asen tri-oksida). Arsen trioksida bersifat sitotoksik, karena menyebabkan efek racun pada protoplasma sel tubuh manusia. Racun arsen yang masuk ke dalam saluran cerna akan diserap secara sempurna di dalam usus dan masuk ke aliran darah dan disebar ke seluruh organ tubuh. Sebagai suatu racun protoplasmik arsen melakukan kerjanya melalui efek toksik ganda, yaitu :
1. Ia mempengaruhi respirasi sel dengan cara mengikat gugus sulfhidril (SH) pada dihidrolipoat, sehingga menghambat kerja enzim yang terkait dengan transfer energi, terutama pada piruvate dan succinate oxidative pathway, sehingga menimbulkan efek patologis yang reversibel. Efek toksik ini dikatakan reversible karena dapat dinetralisir dengan pemberian dithiol, dimerkaptopropanol (dimercaprol, BritishAnti-Lewisite atau BAL) yang akan berkompetisi dengan arsen dalam mengikat gugus SH.Selain itu sebagian arsen juga menggantikan gugus fosfat sehingga terjadi gangguan oksidasi fosforilasi dalam tubuh

2. Senyawa arsen mempunya tempat predileksi pada endotel pembuluh darah, khususnya di dearah splanknik dan menyebabkan paralisis kapiler, dilatasi dan peningkatan permeabilitas yang patologis. Pembuluh darah jantung yang terkena menyebabkan timbulnya petekie subepikardial dan subendokardial yang jelas serta ekstravasasi perdarahan. Efek lokal arsen pada kapiler menyebabkan serangkaian respons mulai dari kongesti, stasis serta trombosis sehingga menyebabkan nekrosis dan iskemia jaringan
 
Didalam darah, arsen yang masuk akan mengikat globulin dalam darah. Dalam waktu 24 jam setelah dikonsumsi, arsen dapat ditemukan dalam konsentrasi tinggi di berbagai organ tubuh, seperti hati, ginjal, limpa, paru-paru serta saluran cerna, dimana arsen akan mengikat gugus syulfhidril dalam protein jaringan. Sebagian kecil dari arsen yang menembus blood brain barrier. Didalam tulang arsen menggantikan posisi fosfor, sehingga arsen dapat dideteksi didalam tulang setelah bertahun-tahun kemudian.
 
Sebagian arsen dibuang melalui urin dalam bentuk methylated arsenic dan sebagian lainnya ditimbun dalam kulit, kuku dan rambut. Fakta terakhir ini penting, karena setiap kali ada paparan arsen, maka menambah depot arsen di dalam kulit, kuku dan rambut. Dalam penyidikan kasus pembunuhan dengan menggunakan arsen, adanya peracunan kronis dan berulang dapat dilacak dengan melakukan pemeriksaan kadar arsen pada berbagai bagian (fragmen) potongan rambut dari pangkal sampai ke ujungnya.
 
Bentuk fisik senyawa arsen yang masuk ke dalam tubuh mempengaruhi efeknya pada tubuh. Menelan senyawa atau garam arsen dalam bentuk larutan lebih cepat penyerapannya dibandingkan penyerapan arsen dalam bentuk padat. Penyerapan senyawa arsen dalam bentuk padat halus lebih cepat dibandingkan bentuk padat kasar, sehingga gejala klinis yang terjadipun lebih berat juga. Secara umum efek arsen terhadap tubuh tergantung dari sifat fisik dan kimiawi racun, jumlah racun yang masuk, kecepatan absorpsi, serta kecepatan dan jumlah eliminasi, baik yang terjadi alamiah (melalui muntah dan diare) maupun buatan, misalnya akibat pengobatan (lavase)
 
Arsen anorganik yang masuk ke tubuh wanita hamil dapat menembus sawar darah plasenta dan masuk ke tubuh janin. Pada keadaan ini pemberian obat BAL tampaknya aman, tetapi D-penicillamin tidak boleh diberikan karena bersifat teratogen pada janin.
 
Arsen secara klinis dapat menyebabkan timbulkan gejala klinis yang berbeda:

A.Sindroma paralitik akut (1,2,3)
 
Sindroma ini terjadi jika korban menelan senyawa arsen yang cepat diabsorpsi dalam jumlah besar dan ditandai oleh gejala kolaps sirkulasi ynag nyata, stupor dan kejang-kejang. Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam setelah paparan arsen, diduga akibat efeknya pada pusat di medulla. Muntah dan diare mungkin tidak jelas atau tak ada sama sekali, dan temuan anatomik biasanya negatif atau hanya berupa mukosa saluran cerna yang hiperemia tanpa adanya kelainan khas lainnya. Adanya kesenjangan antara gambaran klinis yang berat dan temuan anatomi yang ringan merupakan petunjuk penting dalam penegakan diagnosis. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan cara melakukan pembuktian adanya keracunan dengan pemeriksaan toksikologi atas bahan darah, isi lambung maupun viscera.
 
B.Sindroma gastrointestinal (1,2,3).
 
Sindroma ini merupakan gambaran klasik keracunan akut arsen yang masuk per oral. Masuknya arsen ke dalam tubuh dalam dosis besar biasanya baru menimbulkan gejala keracunan akut setelah 30 menit sampai 2 jam setelah paparan racun. Gejala yang timbul berupa rasa terbakar pada uluhati, diikuti dengan mual, muntah, tenesmus, kembung, diare dengan kotoran seperti air cucian beras, yang kadang-kadang berdarah. Karena arsen yang sudah diabsorbsi diekskresikan kembali ke gaster, maka muntah yang terjadi biasanya persisten untuk waktu lama, meskipun arsen sudah terbuang lewat muntahan. Seringkali gejala ini disertai adanya kejang otot yang nyeri.
 
Kematian dapat terjadi dengan didahului gejala takikardi, hipotensi, kedutan otot (muscular twitching) dan kejang-kejang, yang biasanya terjadi dalam 1-2 hari atau bahkan seminggu atau lebih setelah paparan. Kadang-kadang kematian bisa terjadi dalam beberapa jam saja, sehingga bentuknya seperti tipe paralitik
 
Gejala klasik keracunan arsen:
Kerontokan rambut: merupakan tanda keracunan kronis logam berat, termasuk arsen
 
Bau napas seperti bawang putih: merupakan bau khas arsen
Gejala gastrointestinal berupa diare: akibat racun logam berat termasuk arsen
 
Muntah: akibat iritasi lambung, diantaranya pada keracunan arsen.
Skin speckling: gambaran kulit seperti tetes hujan pada jalan berdebu, disebabkan oleh Keracunan kronis arsen
 
Kolik abdomen: akibat keracunan kronis
 
Kelainan kuku: garis Mees (garis putih melintang pada nail bed)dan kuk yang rapuh.
 
Kelumpuhan (umum maupun parsial): akibat keracunan logam berat
 
C.Intoksikasi gas arsine
 
Keracunan akut (kadang-kadang hiperakut) dapat terjadi akibat intoksikasi gas arsine (AsH3). Gas ini tidak berbau pada saat masih baru, tetapi kemudian berubah menjadi berbau bawang putih. Arsine merupakan senyawa arsen yang paling beracun dan di atmosfir kadarnya harus kurang dari 0,05 ppm (Maximum Allowable Concentration, MAC). Pada konsentrasi 3-10 ppm arsine dapat menimbulkan gejala dalam beberapa jam, 10 - 60 ppm berbahaya dalam 60 menit dan kadar 250 ppm dapat mematikan dalam 30 menit atau kurang
 
Gambaran klasik paparan arsine adalah adanya masa laten sampai 24 jam dilanjutkan oleh adanya nyeri abdomen, hemolisis dan gagal ginjal. Gejala klasik berupa sakit kepala, pusing, malaise dan lemah mungkin merupakan gejala yang muncul pertama kali. Gejala gastrointestinal meliputi mual, muntah dan nyeri abdomen. Paparan arsine yang berlanjut menyebabkan konfusion, disorientasi dan gagal jantung.

Faktor terbesar dalam toksisitas dan mortalitas arsine adalah kemampuannya untuk menyebabkan hemolisis akut yang masif, yang kecepatanya tergantung dari konsentrasi arsine dan lamanya paparan. Destruksi eritrosit terjadi dalam keadaan aerobik dan hanya mengenai eritrosit yang matur saja dan akan menyebabkan hiperkalemi, anemia, hemoglobinemia dan hemoglobinuria (urin merah gelap). Kulit yang berwarna bronz mungkin pula ditemukan, tetapi jaundice dan hepatotoksisitas jarang terjadi. Gagal ginjal diduga terjadi akibat myoglubinuria yang menyebabkan timbulnya nefrosis hemoglobinurik
 
D.Intoksikasi subakut dan kronik (1,2,3)
 
Intoksikasi subakut dan kronis dapat terjadi akibat paparan arsen dalam dosis sublethal yang berulang maupun paparan tunggal dosis besar non fatal. Paparan kronis arsen dapat terjadi akibat paparan industri maupun pekerjaan, kecerobohan dan ketidaktahuan disekitar rumah, akibat pengobatan maupun upaya pembunuhan. Arsen yang masuk ke dalam tubuh secara berulang dan tidak diekskresi akan ditimbun dalam hati, ginjal, limpa dan jaringan keratin (rambut dan kuku). Setelah penghentian paparan, arsen yang tertimbun akan dilepaskan secara perlahan dari depotnya dan menimbulkan gejala yang membandel. Keracunan arsen kronis dapat menetap berminggu-minggu sampai berbulan-bulan dengan menunjukkan satu atau lebih sindroma yang berbeda. Pada keracunan kronis gejala klinis masih dijumpai untuk waktu yang lama, meskipun paparan sudah tidak terjadi lagi. Berikut ini adalah beberapa kemungkinan gejala klinis keracunan Arsen kronis:
 
Gastroenteritis kronis dengan anoreksia, nausea yang tidak jelas dan diare interminten. Selain itu dapat dijumpai pula adanya rasa kecap metal pada mulut, napas berbau bawang putih, tenggorokan kering dan rasa haus yang persisten

Jaundice akibat nekrosis sel hati subakut

Neuropathi perifer motoris dan sensoris dengan paralisis, parese, anestesi, parestesi (rasa gatal, geli), dan ambliopia. Kelainan neurologis berawal di perifer dan meluas secara sentripetal. Otot halus tangan dan kaki mungkin mengalami paralisis dan sering disertai adanya kelainan tropik.

Erupsi kulit berupa perubahan eksimatoid, pigmentasi coklat (melanosis) dengn spotty leucoderma (raindrop hyperpigmentation) dan keratosis punktata pada telapak tangan dan kaki, yang tampak mirip seperti kutil (warts). Keratosis dalam jangka panjang mungkin berubah menjadi Carsinoma sel skuamosa. Carsinoma sel basal superfisial pada daerah yang unexposed dan karsinoma sel skuamiosa intra epidermal (penyakit Bowen) dapat juga terjadi pada paparan arsen jangka panjang. Pada kuku dapat dijumpai adanya stria putih transversal (garis Mee’s) akibat konsumsi arsen jangka panjang yang berlangsung beberapa bulan. Kuku yang rapuh dan kerontokan rambut juga merupakan petunjuk kemungkinan adanya keracunan arsen kronis. Dermatits eksfoliatif dapat terjadi pada intoksikasi kronis arsen organik.

Malaise dengan anemia dan hilangnya berat badan menyebabkan terjadinya kakeksia dan terjadinya berbagai infeksi. Anemia sering disertai dengan leukopenia yang berat (kurang dari 1000/cc) dan eosinofilia relatif.

Nefrosis dengan albuminuria yang jelas.

0 komentar:

Posting Komentar